Komisi IV DPR RI Temukan RPH yang Memotong Sapi Betina Produktif
Dalam Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (15/10), rombongan Komisi IV DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi, Hj. Anna Mu'awanah (F-PKB) menemukan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kupang yang memotong sapi betina produktif, padahal hal tersebut dilarang. Ketua tim Komisi IV Anna Mu'awanah mengatakan, untuk meningkatkan populasi ternak sapi di Indonesia, DPR telah mendorong pemerintah untuk mempertahankan dan meningkatkan populasi sapi betina produktif, dengan mendatangkan sapi-sapi betina dari luar negeri dan menyediakan anggaran berupa insentif dalam APBN 2010-2011. “Indonesia pada era 1980-an adalah negara pengekspor sapi, sekarang menjadi nett importir,” ungkapnya saat konferensi pers di Balai Pertanian dan Peternakan Kupang, NTT.
Anna Mu'awanah menambahkan, pihak Dinas Peternakan perlu mengedukasi para peternak dengan sistem penjualan dengan cara menimbang berat tidak dengan cara menaksir seperti yang biasa dilakukan. Anna menegaskan Komisi IV DPR akan selalu mendukung upaya peningkatan produktivitas sapi nasional dengan menyediakan anggaran dalam APBN maupun APBN-P. “Untuk penyelamatan sapi betina produktif dalam APBN-P Pada tahun 2010, tiga provinsi mendapat prioritas, yakni NTT, NTB, dan Sulsel masing-masing sebesar 10 milyar rupiah,” jelasnya. “Untuk NTT pada 2011 anggarannya 40 milyar lebih,” tambahnya. Kepada Kepala Dinas Peternakan, Anna meminta agar memberi kesempatan kepada para peternak muda yang telah mengenyam pendidikan di Balai Pertanian dan Peternakan yang sangat potensial untuk mengembangkan peternakan di NTT. “Jangan hanya para manula yang jadi peternak,” harapnya.
Anggota Komisi IV DPR, Siswono Yudo Husodo (F-PG) mengatakan, peraturan perundangan melarang sapi betina produktif dipotong. Siswono berharap pemerintah daerah di NTT, sampai ke dinas terkait termasuk rumah pemotongan hewan (RPH), tegas melaksanakan aturan ini. “Jangan ada lagi sapi betina produktif yang dipotong, sebab mustahil produktivitas dapat dicapai, tanpa adanya sapi betina produktif yang memadai,” ucapnya. Siswono menambahkan, modernisasi dan peningkatan skala usaha peternak merupakan keharusan, sebab kesejahteraan peternak hanya bisa dicapai dengan peningkatan skala. “Harus ada upaya peningkatan jumlah hewan ternak per kepala, tanpa itu tidak akan ada peningkatan kesejahteraan” tambahnya.
Kepala Dinas Peternakan Prov. NTT, Samuel Rebo mengungkapkan, kesadaran masyarakat untuk menyelamatkan sapi betina memang perlu terus ditumbuhkan. Samuel mengatakan, di NTT lebih banyak sapi kawin secara alam, perlu didorong sistem inseminasi buatan untuk meningkatkan jumlah populasi. “Kami harap ke depan NTT bisa menjadi pengirim sapi ke daerah lain, NTT dapat menjadi lumbung ternak kembali seperti dulu,” harapnya. “Gubernur telah mencanangkan program per jiwa 1 ekor sapi di NTT, populasi penduduk NTT saat ini 4,5 juta, jumlah sapi baru mencapai 700 ribuan, sementara populasi babi 1,5 juta, kerbau 150.000 ekor, dan kambing 520.000 ekor,” paparnya. Samuel mengatakan, ada banyak hal yang harus diperbaiki, termasuk RPH yang perlu ditertibkan. “Untuk itu dalam waktu dekat akan diadakan rapat koordinasi antara dinas provinsi dan kabupaten/kota se provinsi NTT,” ujar menginformasikan. (Ry.Tvp)